Minggu, 11 November 2012

Melihat Sisa Kejayaan Portugis di Amurang

Melihat Sisa Kejayaan Portugis di Amurang

TERLETAK di Kelurahan Uwuran Satu, Kecamatan Amurang, atau tepatnya berada di sebelah kanan ketika masuk dari  Pasar Amurang, yang merupakan jalan satu-satunya menuju Benteng Portugis ini.

Pada pagar depanya tertulis sebuah tulisan benteng portugis, masuk lebih jauh ke dalam, langsung terlihat sebuah bangunan kokoh berbentuk  huruf D atau setengah bulatan, setinggi tiga meter. Inilah sisa-sisa dari  benteng portugis itu.

Bangunan inti dari benteng yang tersisa ini, hanya berbatas pagar setinggi setengah meter dengan  rumah-rumah warga di sebelah kiri dan selatan. Sementera pada sebelah kanan dibatasi pagar setinggi tiga meter oleh kantor cabang Departeman  Hukum dan HAM Amurang, dan pada bagian depannya terdapat Pasar  Amurang.


Benteng yang tersisa  di tanah seluas 25X50 meter ini  merupakan sisa-sisa dari bangunan yang pertamakali dibangun di tahun 1500 an total luasnya tiga hektar, namun sudah hancur karena diserang tentara sekutu  saat perang dunia ke dua tahun 1943-1944.

"Benteng ini waktu dibangun luasnya sekitar tiga hektar, namun sewaktu tentara sekutu meyerang pasukan Jepang di sini maka, benteng ini dibombardir habis-habisan, akibatnya bangunannya hancur, serta benda-benda bersejarah lainya berhamburan dan tertimbun tanah," kata Cornelis Elias (61), mantan lurah Uwuran Satu yang juga sejarawan Kota Amurang.

Kondisi banteng yang tersisa sekarang, seluruh pondasinya setinggi tiga meter itu dipenuhi lumut, pada bagian kanan belakang benteng terdapat tangga menuju bagian atas. Setelah menaiki delapan anak tangga,  Tribun Manado sampai pada bagian atas benteng. Rumput telah memenuhi seluruh bagian atas benteng  ini.

"Tanah tempat benteng portugis yang ada sekarang memang tak bersertifikat, karena tanah tersebut aset  dari pemerintah," kata Deky Frans (51), Lurah Uwuran Satu.

Diceritakan Cornelis, benteng ini dibangun bangsa Portugis tahun 1500-an, setelah mengadakan perjanjian dengan bangsa Spanyol mengenai pembagian kekuasaan wilayah.

"Spanyol menempati daerah yang sekarang merupakan negara Filipina, sementara Portugis menempati wilayah Indonesia Timur, ini dibuktikan banyaknya peninggalan benteng Portugis di NTB, NTT, Ambon, dan Timor-Timor (sekarang timor leste), " terang Bapak dua anak ini.


Bahkan tambah Cornelis, di Ambon ada benteng portugis yang memang mirip atau setipe dengan benteng  portugis yang ada di Kota Amurang ini.


Benteng ini dibangun oleh Portugis bukan untuk pertahanan dari perang, tetapi untuk mengahalangi  Perompak (bajak laut), yang sering merampas hasil bumi masyarakat Kota Amurang, dan menghalangi pedagang-pedagang Arab, yang waktu itu sedang bersaing dengan bangsa portugis.

"Kota Amurang ini dulunya adalah kota bandar rempah-rempah di Indonesia Timur, tentunya selain Ternate  dan Ambon, makanya banyak pedagang-pedagang dari Negeri Cina, Arab, yang berdatangan kemari. Ini dibuktikan buku sejarah tiongkok karangan ilmuan dari Inggris tahun 1954,"  ucap suami Aneke Rompewatu ini.

Pada tahun 1700 an, bangsa Belanda menguasai benteng ini, dibuktikan ditemukanya uang-uang koin buatan VOC, dan uang koin sah dari pemerintah Belanda buatan tahun 1824, yang terbuat dari logam perak, tertimbun tanah di sekitaran benteng.

"Setiap ada penggalian untuk membangun rumah baru di Kelurahan Uwuran Satu ini,  sering ditemukan uang Koin buatan pemerintah kolonial belanda, tulang-tulang orang Portugis, Belanda, Jepang" ujar Cornelis yang juga mengoleksi ratusan koin-koin tersebut.

Selain uang buatan pemeritah Kolonial Belanda yang paling banyak ditemukan, uang-uang koin buatan portugis, prancis, cina, bahkan uang koin yang diterbitkan pemerintah Amerika Serikat (AS) bergambar patung liberti, Alkitab peninggalan belanda cetakan tahun 1916, porselein-porselein buatan tiongkok, juga ditemukan di sekitaran kelurahan Uwuran Satu dan Ranoyapo, semuanya sekarang disimpan dan dirawat oleh pak Cornelis.

"Pernah orang bertanya pada saya, kenapa uang buatan cina, prancis dan Amerika Serikat, juga ditemukan disini. Itu karena Amurang adalah sebuah kota bandar dagang, maka banyak terjadi transaksi penduduk setempat dengan pedagang dari Cina, Prancis, AS, tentunya selain portugis dan Belanda," jelasnya.

Cornelis juga mengoleksi ratusan lembar  uang-uang kertas yang pernah beredar di Amurang, baik buatan Indonesia dari berbagai pecahan 1 rupiah buatan tahun 1961, 50 rupiah tahun 1965, 100 rupiah tahun 1952, satu setengah  rupiah tahun 196, dan lainya, hingga uang Permesta, Peso Philipina hingga Mata uang  Jepang dan China.

Dulunya di benteng ini terdapat enam meriam., tetapi sekarang meriam-meriam tersebut sudah dipindahkan.  Dua meriam ada di Kodim 131 Santiago Manado, Dua di Batalion Kompi C Amurang, sedangkan sisanya  berada di Kota Tondano.

"Terpencarnya meriam-meriam ini karena pada waktu peristiwa G 30 SPKI, belum ada yang undang- undang yang mengatur perlindungan benda-benda purbakala, sehingga siapapun pejabat yang berkuasa dapat seenaknya memindahkan benda-benda bersejarah yang ada di benteng portugis ini," jelas cornelis.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia  (LIPPI), setelah melakukan penelitian di Amurang khususnya pada  kelurahan Ranoyapo dan Uwuran Satu, menyimpulkan dalam tanah masih banyak masih banyak terdapat benda-benda peninggalan sejarah benteng ini yang masih tertimbun dalam tanah.

Dituturkan Cornelis, penamaan Kota Amuarang berasal dari kata Amoer, sebuah nama sungai di daerah Manchuria, yang sering dilalui bangsa portugis dan spanyol saat akan berdagang pada bangsa tiongkok, sehingga sungai Amur ini  menjadi jalur yang ramai dilalui pedagang Tiongkok, Portugis dan Spanyol.

Ketika bangsa portugis memindahkan tempat berdagangnya di wilayah Sulawesi Utara, mereka menamakan tempat rempah-rempah perdangan yang baru ini juga Amoer, sebab ramainya sama dengan  perdagangan rempah-rempah di sungai Amoer daerah Manchuria.

Kemudian kedatangan bangsa Belanda yang datang, meyebut Amoer dengan dialek mereka sebagai Amoerlang, yang artinya sungai yang panjang, sesuai dengan sungai di Manchuria tersebut. Sehingga akhirnya Kota itu sekarang bernama Amurang.

Menurut Cornelis penduduk Kota Amurang ini merupakan orang keturunan Portugis, yang telah bercampur  dengan orang Belanda, Spanyol, Inggris, Jerman, serta Jahudi. Atau bangsa Belanda sering menyebut dengan orang Boerger, yang sekarang lebih dikenal dengan nama orang Borgo.

"Daerah-daerah di Minahasa yang masih merupakan keturunan Borgo itu ada di Amurang, Tanawangko, Kema, Manado sekitaran Titiwungen," ujar pria yang dari raut wajah masih merupakan keturunan Borgo  ini

1 komentar:

  1. Sands Casino: Slots, Blackjack, Roulette, Blackjack
    The 메리트카지노총판 Sands casino's new name is to be the one that provides quality septcasino casino games with an online casino experience to its customers. The casino choegocasino offers a

    BalasHapus